Aku pernah bilang, bunga adalah bahasa kecil yang bisa mengucapkan ribuan kata tanpa perlu kata-kata. Aku menulis ini bukan karena aku sempurna dalam menghias, melainkan karena aku sedang belajar. Di rumah kecilku, vas bunga jadi kejutan kecil setiap hari: pagi ada gerimis, siang cerah, dan senja yang lembut. Aku suka menaruh bunga di meja makan, di samping jendela, lalu menyaksikan cahaya masuk dan menyusun bayangan halus. Suara air di dalam vas saat aku menambah air baru selalu bikin aku tersenyum. Kadang aku merasa bunga-bunga itu sedang menatapku sambil berbisik; kalau begitu, aku pun membalasnya dengan menata mereka sedikit lebih rapi. Kreativitas bunga, bagiku, tumbuh dari hal-hal sederhana: mulai dari satu batang, lalu biarkan ritme, warna, dan tekstur menuntun langkah berikutnya.
Apa yang membuat hiasan bunga begitu hidup?
Kalau dilihat sekilas, bunga hanyalah bagian kecil dari dekor. Tapi saat kita merangkai, kita menimbang bagaimana warna berirama, bagaimana ukuran dan bentuk saling melengkapi, bagaimana satu tangkai bisa “mengantar” mata ke detail lain. Hidup muncul saat kita memasukkan elemen kejutan kecil: daun liar yang membingkai, simpul pita yang berdenyut lembut, atau sepotong kayu alami sebagai alas. Suasana ruangan ikut berubah: wangi tanah basah saat siram rutin, cahaya matahari yang menari di tepi kelopak, dan intensitas warna yang bisa membuat seseorang berhenti sejenak. Bunga punya tempo. Ada yang lambat seperti lilac, ada yang ceria seperti snapdragon. Ketika semua elemen itu bekerja sama, dekorasi floral bukan sekadar hiasan, melainkan cerita singkat yang bisa kita baca dengan mata dan hati. Aku sering merasakan momen ini saat menaruh satu tangkai yang sederhana, lalu ruangan terasa memiliki napas yang berbeda.
Bagaimana menggabungkan warna agar dekorasi terasa harmonis?
Saya dulu mudah kehilangan arah soal warna. Ternyata ada pola sederhana yang bisa dipraktikkan siapa saja. Pertama, tentukan warna dominan; misalnya krem, dusty rose, atau hijau lembut. Lalu tambahkan 2–3 aksen yang lebih kuat sebagai fokus kecil. Kedua, manfaatkan elemen netral sebagai jembatan antara warna-warna berani agar ruangan tidak terasa terlalu gaduh. Ketiga, biarkan daun hijau memberi ruang bagi warna-warna bunga untuk bernapas. Keempat, perhatikan ketinggian elemen: dominan di tengah, aksen di sisi-sisi, agar mata bergerak dengan lembut. Ada momen lucu ketika aku mencoba menata di vas kaca tipis: cahaya dari jendela malah membuat kelopak tampak seolah menari sendiri, dan aku harus menahan tawa karena refleksinya seperti pertunjukan kecil di meja makan. Intinya: harmonis itu soal keseimbangan, bukan kesempurnaan.
Seni menghias itu bisa dimulai dari satu kelopak?
Betul. Seni menghias tidak perlu rumit. Mulailah dengan satu kelopak sebagai fokus, lalu tambahkan dua tiga elemen lain secara bertahap. Aku biasanya mulai dengan vas favorit, lalu pilih bunga utama—misalnya peony besar atau gerbera cerah—dan tambahkan satu tangkai kecil yang meredam perhatian, seperti eucalyptus untuk aroma, atau filler seperti baby’s breath. Perhatikan juga ritme tinggi-rendah batang: pusat yang lebih tinggi, aksen yang lebih rendah agar mata bergerak seksi di sekitar rangkaian. Ada kalanya aku salah menaruh gunting, atau pita yang seharusnya melipat kado malah jadi hiasan tambahan. Senyum kecil muncul ketika hasilnya tidak sempurna, tetapi punya karakter. Dan jika satu vas terasa berat, pindahkan ke sudut ruangan yang lain. Kreativitas tumbuh dari percobaan: kadang gagal, tapi justru itu bagian lucunya. Suatu hari aku menata dengan antusiasme berlebih hingga akhirnya menyadari bahwa satu tangkai kecil bisa mengubah mood seluruh ruangan.
Inspiration sehari-hari: di mana mencari ide dekorasi floral?
Ide-ide sering datang dari hal-hal sederhana di sekitar kita: berjalan ke pasar bunga yang penuh warna, menatap tumbuhan rambat di halaman belakang, atau duduk santai sambil menimbang bagaimana cahaya menyapu ruangan. Aku suka mengambil potongan kecil inspirasi dari aktivitas sehari-hari—warna pakaian, bentuk awan, atau desain pada majalah lama yang berdebu di rak. Saat butuh referensi, aku juga senang melihat karya floris dari berbagai tempat. Di antara banyak sumber, ada satu referensi yang cukup menginspirasi: theonceflorist. Halaman itu menampilkan rangkaian yang sederhana namun punya suara sendiri, membuatku berpikir bahwa dekorasi floral bisa jadi lebih dari sekadar menambah warna: itu tentang merayakan momen kecil setiap hari. Dari sana, ide-ide baru muncul untuk rangkaian meja minimalis saat sarapan, atau centerpieces yang pas untuk meja kerja yang sering terasa hambar. Inspirasi tidak selalu perlu mahal atau megah; kadang cukup satu tangkai tepat sebagai fokus, ditemani sedikit kreativitas tanpa beban.
Akhirnya, kreativitas tidak selalu soal hasil akhir yang megah. Ia tentang bagaimana kita merawat momen kecil, bagaimana kita merasakan aroma bunga saat menyingkap kelopak dengan lembut, dan bagaimana kita bisa tertawa saat ada detil yang tidak berjalan mulus. Dalam perjalanan menghias rumah dengan bunga, aku belajar untuk sabar, mendengar warna, dan membiarkan ruang kosong berbicara. Jadi, jika kamu ingin mencoba, mulailah dengan hal-hal sederhana: satu vas di meja samping tempat tidur, satu tangkai favorit, dan satu ide kecil yang bisa kamu wujudkan hari ini. Siapa tahu, ruanganmu akan berubah menjadi tempat pulang yang tidak hanya cantik, tetapi juga membawa hati bahagia.
